Fully Peeled – Pengusaha Penggilingan Padi di Lamsel Menjerit Harga Gabah Tinggi, Peran Agen Disebut Pemicu
Ilustrasi. Foto: Isto
Kupastuntas.co, Lampung Selatan –
Penggilingan beras di Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) mengeluhkan tingginya harga gandum yang dijual petani.
Salah satu pengusaha sawah di Kecamatan Palas mengaku menentang harga gandum saat ini yang sudah mencapai Rp 5.000. per kilogram.
Padahal, tahun lalu harga gabah basah petani untuk jenis beras ini hanya muncul sekitar Rp. 3.800 menjadi Rp. 4.200. Sedangkan untuk jenis beras panjang berkisar antara Rp. 4.000 hingga Rp. 4.200.
“Saya sebagai pemilik pabrik justru menentang. Hanya saja kalau tidak beli Rp 5000 tidak kita berikan ke petani. Setidaknya bisa lebih cepat diselamatkan, karena kalau digiling rugi. Ya sebisa mungkin. Saya bisa, yang penting istri dan anak saya bisa makan,” kata sumber yang mengingatkan namanya akan disembunyikan saat dikonfirmasi, Senin (17/10/2022) malam.
Ia sendiri mengaku tidak banyak menyerap gabah langsung dari petani di Kecamatan Palas, hanya sekitar 3 truk sehari. Untuk hasil panen ini, di tengah melonjaknya harga gabah basah, ia hanya menerima gabah dari petani yang menitipkan gabah ke penggilingannya.
“Biasanya kalau ada petani yang meninggalkan gabah, maka kita bisa muat banyak. Karena mereka panen nanti di bulan pertama, uangnya akan digunakan untuk menanam padi lagi,” lanjutnya.
Saat ditanya soal mahalnya harga gandum, ia tak bisa berkomentar banyak dan lebih memilih bersikap pasrah menghadapi situasi tersebut.
“Semua salah saya Pak, berasnya mahal, petani senang tapi pabriknya susah. Ya kalau saya, saya bisa beli, kalau tidak bisa, kalau tidak bagaimana minta turun, gimana caranya” tambahnya.
Mengenai sumber atau harga awal gabah, katanya, pelakunya adalah agen pengumpul gabah.
“Ya pasti dari agen pak, agen atau pengumpul dimana ketuanya minta gabahnya. Saya juga minta berasnya ke agen, Mas. Semua desa ada. Agen pembelian dinaikkan Rp 5.000. , shipper atau nanti pabrik ambil Rp 5050. Bantu petani pak, kalau ada kekurangan dana beli pupuk, obat-obatan, dll. Banyak juga yang dirugikan harganya,” keluhnya.
Ditambahkannya, para agen ini biasanya meminjam modal dari pabrik untuk menciptakan ketimpangan guna mendapatkan keuntungan.
“Kalau agen yang jadi pimpinan pabrik biasanya seperti itu, karena agen meminjam dana dari pabrik. Kalau dia agen pengirim, maka dia merusak harga. Kalau tidak merugikan harga, maka dia tidak ‘t. tidak mengerti, “katanya.
Saat ditanya di mana agen gabah itu dijual, dia menyebut satu wilayah di pulau Jawa yakni Serang, Banten.
“Serang pak. Wilmar tutup, gandum terus masuk ke Jawa. Main pak, di sawah dari jam 17.00-24.00 WIB, tanya-tanya di sana. Petani pasti senang, karena beras harganya Rp 5.000. ” katanya sambil menutup pembicaraan.
Secara terpisah, Sarjiyem, salah satu pengusaha padi di Kecamatan Sragi, menolak berbicara tentang ketenangan pabrik penggilingan di tengah harga gabah yang tinggi.
“Penggilingan gabah di pabrik sekarang sepi, karena belum panen. Kalau harga beras basah per kilogramnya Rp 5.000, kalau tidak salah dulu hanya Rp 4.600,” katanya.
Dia tidak mengetahui pasti penyebab harga gandum yang menjadi teman petani di daerah tersebut.
“Ya, mungkin karena kenaikan harga BBM, semua barang mahal sudah naik, itu kemungkinan,” katanya.
Sarjiyem tidak memungkiri kini banyak agen yang membeli gabah dari petani, bahkan di luar Lamsel.
“Agen dari sini juga banyak, bukan dari sini. Dari Metro dan Patok,” jawabnya.
Meski belum memasuki masa panen padi di wilayah Sragi, ia belum berani membeli beras dari petani manapun.
“Saya tidak berani ambil, karena beras murah. Beras per kilogram harganya hanya Rp 10 ribu, saya tidak dapat menemukannya,” kritiknya.
Kemudian, dia menyarankan agar pemerintah menaikkan harga beras untuk menutupi biaya produksi.
“Saya ingin harga beras tinggi, jadi sama dengan harga beras,” pungkasnya.
Begitu pula dengan Hadi, seorang penggilingan padi dari Desa Bumidaya, di Kecamatan Palas, meski tidak kesulitan mendapatkan beras dari petani, dianggap mahal.
“Gandum basah itu mahal, tidak sulit. Sekarang sampai Rp 5 ribu, mungkin satu atau dua cukup berani naik dari Rp 5.100 ke Rp 5.150. Kalau saya, yang paling rendah beli di Rp 4.900, ” Dia mengakui.
Seingat Hadi, harga beras pada musim panen lalu di bawah Rp. 5.000. Dan harga beras sekarang lebih mahal daripada membelinya dari Sumatera Selatan.
“Sebelumnya kemarin dari daerah Napal dan Patok harganya Rp 4.700. Di sini Rp 4.300 menjadi Rp 4.400, tahun lalu saya bawa dari Palembang, ke rumah saya, Rp 5.000”, ujarnya.
Hadi pun sepakat ada peran agen di balik harga beras saat ini.
“Satu, beli beras sudah mahal. Kedua, sharing dengan agen, jadi agak terlalu enak,” ujarnya.
Source: kupastuntas.co