Gong Xi Fa Cai | Pos Berau
“xie xie, Pak Daeng,” jawab seorang teman yang tinggal di Jakarta. Mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek melalui pesan WhatsApp. Seolah menyapa Idul Fitri, setiap Idul Fitri.
Minggu (22/1) pagi hingga siang hari udara segar. Kata teman-teman, ini adalah saat terakhir Tahun Baru Imlek. Biasanya menjadi pertanda bahwa setelah Imlek musim hujan akan berakhir.
Semua toko dan rumah warga yang merayakan Imlek, masih tutup pintunya. Ada antrean kendaraan di depan rumah. Mungkin pada pagi hari perayaan itu akan ada kunjungan antar keluarga. Belum ada “rumah terbuka”.
Bersama teman-teman wartawan, mereka bertemu di kediaman Pak Agus Tantomo yang sedang menggelar open house Imlek. Suasananya seperti Lebaran. Banyak tamu dan pejabat ASN yang datang untuk merayakan Imlek dengan nuansa merah.
Saya tidak bisa ketinggalan. Ada masakan sop tulang, yang saya tahu diciptakan oleh Pak Agus yang bertugas sebagai chef. Jangan ragu untuk mencicipi semua hidangan. Ada sop tulang, ada khas Bugis.
Sebagai penutup, Pak Agus menyiapkan beberapa kapsul “pemurni” kolesterol yang dibawanya saat berlibur ke Amerika. Pak Udin, teman saya yang menikmati tiga mangkok sop tulang tak ragu. “Pukul saja, ada pemutihnya,” kata Pak Udin.
Bagaimana dengan warung Hokky dan warung sudut. Getaran yang sama. Khusus untuk pecinta kopi, istirahatlah selama sehari. Setelah Tahun Baru Imlek, dua kedai kopi akan dibuka kembali.
Sehari menjelang Imlek, di warung pojok, sang pemilik sibuk meletakkan tebu di sudut rumah. Padahal, tahun baru Imlek ini salah satu yang tidak boleh dilewatkan adalah tebu.
Seorang penulis Lan Fang dalam esainya tentang tebu untuk Tahun Baru Imlek, tidak mengetahui secara pasti kapan tradisi meletakkan tebu di depan rumah itu dilakukan. Jelas ada makna menanam tebu. Tebu dianggap sebagai simbol kehidupan spiritual.
Ada cerita khusus yang berhubungan dengan tebu. Dikisahkan bahwa dahulu kala ada seorang putri yang diserang penjahat. Sang putri lari dan bersembunyi di hutan tebu. Pohon tebu yang tumbuh rapat berfungsi sebagai tempat persembunyian.
Berapa lama tersembunyi? Dari cerita rakyat, sang putri bersembunyi selama 15 hari dan hanya menghisap sari tebu selama itu. Akhirnya berhasil kabur dari kejaran penjahat.
Mungkin dari cerita rakyat tersebut, maka ada tradisi meletakkan pohon tebu di depan pintu rumah setiap menjelang perayaan Imlek. Tongkat itu tingginya dua meter. Tebu-tebu itu akan tetap di tempatnya selama 15 hari ke depan, hingga perayaan Cap Go Meh.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, saat tidak ada pandemi Covid-19, ada atraksi barongsai sehari setelah atau di antara perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Barongsai mengelilingi rumah-rumah warga merayakan Tahun Baru Imlek.
Menyambut kedatangan Barongsai, warga menggantungkan amplop merah alias angpao di depan rumah masing-masing. Angpao itulah yang akan diambil oleh Barongsai.
Suasana Imlek, selain hiasan lampion di rumah-rumah penduduk. Betapa berbedanya suasana di sepanjang Jalan Tendean. Jalanan yang banyak warga Tionghoanya serta keberadaan Tian Feng Kong.
Ada lampion merah yang menjadi pemandangan indah di malam hari. Setiap kali orang melewati jalan ini, mereka mengabadikannya dengan kamera ponsel mereka. Begitu pula suasana saling berkunjung di hari pertama Imlek. Selamat Tahun Baru Cina. @cds_daengsikra. (*/mendengar)
Source: news.google.com