Kesaksian Devi di sesi penjurian: Anakku Meninggal Hitam
Jakarta, CNNIndonesia —
Devi Athok, orang tua kedua korban meninggal Tragedi percobaan, bersaksi di Pengadilan Negeri Surabaya (PN). Dia menangis dan mengatakan bahwa anak-anaknya telah dibunuh.
Hal itu disampaikan Devi saat bersaksi di persidangan dua terdakwa tragedi Kanjuruhan, yakni Panpel Arema FC Abdul Haris dan Satpam Suko Sutrisno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (24/1).
Ia menceritakan, saat kejadian, kedua putranya NDR (16) dan NDB (13) sedang menonton pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya bersama mantan istrinya, di Tribun 13, Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Dia berencana untuk menjemput putranya setelah pertandingan. Namun belakangan Devi mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya telah meninggal dunia dan dibawa ke RS Wava Husada.
“Saat itu saya ditelepon oleh teman saya bahwa anak saya terbaring di Tribun 13, ditolong oleh anak-anak, permintaan bantuan polisi tidak digubris, sehingga dibawa sendiri dan dimasukkan ke dalam truk,” ujarnya kepada RS Wava Husada. kata Devi memberikan kesaksian.
Dalam perjalanan menuju RS Wava Husada, Devi mengaku melihat banyak orang dibawa kabur dengan sepeda motor dalam kondisi lemah dan tidak berdaya.
Sesampainya di rumah sakit, Devi kemudian menemukan pemandangan yang memilukan. Pemandangan yang disebutnya menjungkirbalikkan dunianya. Dua anaknya sudah meninggal.
“Saya sendiri Lihat anak pertama saya gosong, mukanya hitam, berbusa. Anak kedua saya berbusa sejauh Saya menghirup bau amoniak,” kata Devi sambil terisak.
Begitu pula mantan istrinya Geby dan puluhan hingga ratusan korban lain yang dilihatnya di Wava Husada. Wajahnya hitam dan busa keluar dari mulutnya.
“Jumlahnya banyak. Rata-rata wajahnya mirip anak saya. Biru hitam dan berbusa,” ujarnya.
Saat memandikan jenazah kedua putranya, Devi melihat sendiri tidak ada memar atau bilur dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Hanya bagian kiri kepala [luka] katanya terkena peluru gas air mata, mulutnya terus berbusa dan hidungnya berbau amoniak [NDR],” dia berkata.
“Saya mandi NDB dan tidak ada memar. Bersih. Hanya dada hitam dan busa keluar dari hidung dan mulut saya, dan bau amonia menyengat,” tambah Devi.
Pasca kecelakaan itu, Devi mengaku mengalami kerugian yang sangat besar. Dia tidak mau makan selama lima hari.
“Setelah kecelakaan itu, saya tidak makan selama lima hari. Dunia saya hancur. Kedua anak saya meninggal dunia,” kata pria asal Bululawang, Malang itu.
Dia kemudian meminta kedua anaknya diotopsi pada 10 Oktober 2022. Namun, sehari kemudian, pada 11 Oktober 2022, polisi mendatangi rumahnya.
“Itupun saya sering mendapat ancaman. Pertama kali pada 10 Oktober 2022, saya memberikan keterangan otopsi kepada pengacara saya. Pada 11 Oktober 2022, dia diancam akan diburu oleh Polres Kepanjen,” ujarnya.
Kemudian otopsi baru dilakukan pada 5 November 2022. Ia pun kecewa karena tidak bisa segera mengikuti otopsi.
“Saya bersama Pak Taufiq saat itu [penyidik] Polda Jatim bilang bisa bersaksi dengan kuasa hukum saya dan LPSK. Ternyata praktik itu tidak berwenang memberikan kesaksian,” ujarnya.
Saat ditanya juri soal bantuan pemerintah. Devi mengaku sudah menerima beberapa amplop, tapi itu tak lagi penting baginya.
Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, bersama keluarga korban lainnya, Devi Atok pun langsung menyatakan hanya ingin pembunuh anaknya dihukum.
“Pak Jokowi tanya apa yang diharapkan. Saya bilang saya mohon ganti rugi atas oknum yang membunuh anak saya. Pak Jokowi bilang iya. Saya terima dua amplop. Sampai sekarang masih utuh. Saya tidak butuh sumbangan, saya butuh keadilan. ,” pungkasnya.
(frd/wis)
[Gambas:Video CNN]
Source: news.google.com