Melihat nasib kompetisi internal PSSI Sidoarjo dan Gresik
JawaPos.com-Kompetisi internal PSSI Sidoarjo dan Gresik memang tak kalah seru dengan kompetisi PSSI Surabaya. Memang dari segi talenta, kedua daerah ini tidak kalah dengan kompetisi internal PSSI Surabaya.
——-
Sejak 1990-an, Sidoarjo tak henti-hentinya menghasilkan pemain bertalenta. Mulai dari Uston Nawawi, Nurul Huda, Sutaji, hingga Rendi Irwan atau Lucky Wahyu.
Namun, kebanyakan dari mereka tidak benar-benar tumbuh dan berkembang di daerah mereka sendiri. Tapi melalui kompetisi internal “tetangga”. alias kompetisi PSSI Surabaya.
Hal ini dapat dimengerti. Hal ini dikarenakan hingga awal tahun 2000 Sidoarjo tidak memiliki persaingan internal. Sebagian besar klub di Sidoarjo saat itu hanya menyelenggarakan turnamen antardesa atau galadesa.
Baru pada tahun 2005 Sidoarjo menyelenggarakan kompetisi internal yang terstruktur. Mulai dari kelas mayor tertinggi, kelas satu, hingga kelas terendah kedua. Kemudian, dari kelompok usia hingga orang tua.
“Akhirnya bisa digelar pertama kali karena ada dukungan pemerintah juga,” kata Sekretaris PSSI Sidoarjo 2018-2022 Askab Suyitno di Jawa Pos.
Kompetisi internal telah diadakan hingga saat ini dengan aturan yang ketat. Yakni, jangan sampai muncul pemain di luar Sidoarjo. Hanya pemain dengan kartu Sidoarjo yang dapat mengikuti kompetisi internal Sidoarjo.
Aturan ini memberikan kesempatan kepada pemain dengan KTP Sidoarjo untuk memaksimalkan talenta tuan rumah. Alhasil, banyak pemain Sidoarjo yang akhirnya tampil di Liga 3 atau Liga 2 atau di kelompok usia nasional.
Baru-baru ini ada Brylian Aldama, lulusan SSB GPD Sidoarjo yang pernah membela timnas U-16 dan U-19. Kemudian ada juga Irvansyah Afanda dari internal klub Lebo Porsel yang menjalani seleksi bersama Timnas U-16.
Namun, regulasi pemain KTP juga menjadi masalah. Yaitu, kurangnya kompetisi.
“Persaingan internal di Sidoarjo dari segi kuantitas memang banyak, tapi dari segi kualitas masih kurang karena hanya berbasis warga Sidoarjo. Kurang kompetitif,” kata Suyitno.
Aturan KTP Sidoarjo sehingga menyebabkan pemain yang berdomisili di Sidoarjo namun tidak memiliki KTP Sidoarjo memilih untuk bertanding di Surabaya. Maklum, aturan terkait KTP di kompetisi PSSI Surabaya lebih “lunak” dan bebas pemain dari mana saja untuk tampil.
“Kalau di Surabaya gratis, Papua juga bisa ikut. Padahal kalau ditanya internal siapa yang hadir di Surabaya, ya kebanyakan dari Sidoarjo,” kata Muhammad Issac Akbar, presiden klub inhouse Roket Sidoarjo PSSI.
Sementara masalah pendanaan membuat kompetisi internal PSSI Gresik dihentikan sementara. Terakhir, pada tahun 2014 diadakan kompetisi yang diikuti oleh 50 klub yang terbagi dalam tiga kasta. Persaingan internal PSSI Gresik sudah ‘mati’ selama setahun.
Namun, di era kepengurusan baru PSSI Gresik yang akan dilantik pada 2021, ada misi khusus yang diemban.
Salah satunya adalah meluncurkan kembali pelatihan dan memutar roda kompetisi yang telah terhenti selama delapan tahun. Awal tahun depan, persaingan internal PSSI Gresik diperkirakan akan kembali bergulir.
Panitia kompetisi PSSI Gresik Bonnie AZ mengatakan pemanasan untuk menggelar kompetisi internal sudah dimulai awal tahun ini. Yakni dengan menyelenggarakan turnamen bernama Regent’s Cup.
“Turnamen ini, seperti Copa, juga akan diadakan setiap tahun, bersama dengan kompetisi domestik,” kata Bonnie.
Bonnie menambahkan, masalah pendanaan secara efektif menghambat kepengurusan baru PSSI Gresik. Bedanya, manajemen saat ini mau bergerak dan berkreasi mencari dana agar persaingan internal tidak mandek lagi.
“Kami sedang mencari sponsor dan bapak asuh. Juga membangun komunikasi dengan Pemkab Gresik, KONI dan dispora itu,” kata Bonnie.
Bonnie mengaku berusaha mengadopsi kompetisi internal yang dicanangkan PSSI Surabaya.
“Kami akan mengatur administrasi surat menyurat di dalam dan di luar tim. Kami ingin seperti PSSI Surabaya inhouse yang korespondensi pemainnya ditangani dengan tertib,” harap Bonnie.
Source: www.jawapos.com