Mengungkap dedikasi guru honorer di Lebak
Bagi Heni Suherni, guru SDN 2 Sukamanah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, besaran honor itu sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, sebagai seorang pendidik, ada tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar memikirkan biaya bulanan sebagai guru honorer.
Tanggung jawab mendidik anak agar berilmu sekaligus berakhlak mulia itulah yang membuat Heni selalu semangat dalam mengajar di depan murid-muridnya.
Seperti halnya guru lain yang berstatus honorer, Heni juga berharap bisa menjadi pendidik berstatus PNS. Namun, dengan jumlah honor yang diterima saat ini, Heni tetap merasa bersyukur karena jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
“Kami hanya bisa bertahan dengan penghasilan Rp 1,2 juta per bulan,” katanya.
Di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, masih banyak guru yang bernasib sama dengan Heni. Meski bayarannya terbatas, mereka tetap antusias.
Gaji guru honorer SD dan SMP berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 1,2 juta per bulan. Suatu jumlah rupiah yang tidak seberapa di tengah kebutuhan hidup yang terus meningkat.
Meski gaji tidak cukup untuk keluarga, mereka tetap bisa bersyukur. Mereka masih memiliki tekad dan semangat untuk mendidik anak demi lahirnya generasi penerus yang sadar dan bermoral.
Dari segi idealisme profesi, tidak ada perbedaan antara guru berstatus PNS dan honorer. Mereka terus memberikan dedikasi terbaik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas bagi kemajuan bangsa.
“Kami berharap anak-anak di sini tidak putus sekolah, mereka harus tetap sekolah agar bekal pendidikannya ada,” kata Heni.
Peradaban suatu bangsa dapat maju jika warga negaranya terdidik dan memiliki karakter yang mendukung etos kerjanya.
Oleh karena itu, guru, termasuk yang berstatus honorer, selalu terpanggil untuk mencerdaskan anak bangsa agar memiliki bekal ilmu, keterampilan, dan akhlak mulia. Tantangannya semakin besar ketika guru bekerja di desa-desa terpencil.
Teruslah membaca
Guru honorer di pedalaman Kabupaten Lebak harus melewati bukit dan tebing terjal untuk sampai ke sekolah. Kondisi semakin sulit dan berbahaya saat curah hujan tinggi.
Gaji honorer berasal dari satuan pendidikan daerah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana insentif pemerintah daerah.
Untuk guru honorer, gaji Rp. 1,2 juta diterima dengan rasa syukur karena sebelumnya mereka hanya menerima Rp. 100.000 sebulan.
Kenaikan iuran itu karena kepedulian Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, yang mengalokasikan anggaran insentif untuk guru honorer.
Heni adalah seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas I sampai VI dan sebelumnya mengajar bahasa Inggris dan bahasa Sunda.
Dia masih beruntung karena suaminya sebagai pekerja swasta memberikan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga beranak dua ini.
Hingga kini, ia masih berharap bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil kontrak (PPPK) agar bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Pengangkatan PPPK merupakan impian guru honorer jika tidak bisa menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Ia bekerja di sekolah tersebut selama 15 tahun dengan status tenaga honorer.
Begitu juga guru honorer lainnya di SDN 1 Sukamanah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Aripudin juga berharap pemerintah mengangkat guru honorer menjadi staf PPPK.
Sebagai guru honorer selama 3 tahun, ia menerima gaji Rp 500.000 per bulan dari sekolah tersebut. Tentu gaji Rp 500.000 tidak bisa menutupi kebutuhan keluarga, sehingga sepulang mengajar, Aripudin harus membantu istrinya berjualan makanan.
Dari tarif sederhana, sebagian besar untuk biaya transportasi.
Dana insentif
Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak Abdul Malik mengatakan pemerintah daerah telah memberikan dana insentif bagi guru honorer di SD dan SMP sebesar Rp 600.000 per bulan untuk memberikan motivasi dan semangat mengajar.
Selama ini, guru honorer telah memberikan kontribusi besar bagi pendidikan anak bangsa. Mereka tetap semangat dan ikhlas bekerja dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah.
“Kami mengapresiasi guru honorer yang ikut mencerdaskan anak bangsa, meski penghasilannya relatif rendah,” ujarnya.
Pemerintah daerah juga berkomitmen membantu Guru Honorer untuk diangkat menjadi PPPK.
Pada 2022, menurut dia, sebanyak 1.501 guru akan dilatih menjadi tenaga honorer menjadi PPPK. Tujuannya, ke depan semua guru honorer di SD dan SMP diangkat menjadi PPPK.
Kekurangan guru
Meski berstatus honorer, kualitas dan kapasitas guru honorer terus ditingkatkan melalui optimalisasi musyawarah guru mata pelajaran dan pokja guru di sekolah dasar dan menengah.
Sejauh ini, keterampilan guru honorer telah menunjukkan kemajuan dalam kompetensi inti yang mencakup empat bidang, yaitu pedagogik, personal, profesional, dan sosial.
Memiliki pemahaman dan kemampuan terhadap empat kompetensi inti akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Lebak.
Peningkatan kompetensi guru mutlak diperlukan dengan mengoptimalkan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) dan kelompok kerja guru (KKG).
Selama ini satu-satunya cara untuk meningkatkan kompetensi guru adalah MGMP dan KKG sebagai wahana pembinaan dan kemandirian pendidik untuk mengasah kemampuan pedagogik.
“Kami juga mendorong seluruh guru agar berkompeten dan profesional dalam mencetak anak bangsa yang berkualitas,” ujarnya.
Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi mengatakan, hingga saat ini Kabupaten Lebak kekurangan 4.698 guru, yang terdiri dari 3.250 guru SD dan 1.448 guru SMP.
Saat ini terdapat 5.614 guru SD dengan 137.207 siswa yang tersebar di 775 sekolah, sedangkan guru SMP sebanyak 2.637 orang dan 46.930 siswa yang tersebar di 222 sekolah. Angka tersebut termasuk guru tetap.
Keberadaan guru honorer selama ini sangat bermanfaat bagi pemerintah daerah karena tanpa mereka bisa dipastikan banyak sekolah yang tidak memiliki guru.
“Kami mendorong guru honorer untuk tetap sabar dan semangat mengajar di sekolah, meski penghasilannya tidak seberapa,” kata Ade.
Penerbit : Achmad Zaenal M
Source: news.google.com