Perkenalkan Ahmad Hassan, Sosok Gigih
AHMAD Hassan adalah salah satu tokoh pendiri Islam. Dia adalah tokoh utama organisasi Persatuan Islam (Persis). Ia dikenal sebagai ulama yang sangat militan, tegas dan berbakat dengan kemampuan yang luar biasa. Kami hanya mengenalnya sekilas. Oleh karena itu, untuk mengobati rasa penasaran kita terhadapnya, mari kenali dia lebih jauh.
Ahmad Hassan atau A Hassan bin Ahmad lahir pada tahun 1887 di Singapura. Ayahnya bernama Ahmad yang berasal dari India dan bergelar Pandit. Ibunya bernama Muznah yang berasal dari Palek Madras namun lahir di Surabaya. Ahmad dan Muznah menikah di Surabaya ketika Ahmad pergi berdagang di kota itu dan kemudian menetap di Singapura.
Pada usia 12 tahun, A Hassan belajar mandiri dengan bekerja di toko milik kakak iparnya. Sambil bekerja, ia menyempatkan diri untuk belajar privat dan berusaha menguasai bahasa Arab sebagai kunci untuk memperdalam ilmu Islamnya. Ia juga mengaji kepada Haji Ahmad di Bukittiung, dan kepada Muhammad Thaib, seorang guru terkenal, di Jalan Minto.
BACA JUGA: Gerakan Dakwah Terus Menerus
Ahmad Hassan belajar banyak tentang nahwu dan sharaf dari Muhammad Thaib. Menjadi orang yang keras kepala dalam menuntut ilmu, ia tidak keberatan jika harus datang pagi-pagi sebelum Subuh. Namun karena merasa tidak ada kemajuan setelah sekitar empat bulan mempelajari nahwu dan sharaf, ia memutuskan untuk beralih belajar bahasa Arab kepada Said Abdullah al-Musawi selama tiga tahun.
Selain itu, ia juga berguru kepada pamannya, Abdul Lathif (ulama kenamaan dari Malaka dan Singapura), Syekh Hasan (ulama dari Malabar) dan Syekh Ibrahim (ulama dari India). Dari para master tersebut ia belajar dan memperdalam Islam hingga sekitar tahun 1910, ketika ia berusia 23 tahun.
Selain memperdalam ilmu Islam, dari tahun 1910 hingga 1921, Ahmad Hassan melakukan berbagai pekerjaan di Singapura. Dari tahun 1910 sampai 1913, beliau menjadi guru tidak tetap di madrasah-madrasah India yang berlokasi di Arab Street, Baghdad Street dan Geylang Singapore. Ia juga guru tetap di Madrasah Assegaf di Jalan Sulthan. Sekitar tahun 1912-1913 menjadi anggota redaksi surat kabar Utusan Melayu terbitan Singapore Press.
Ahmad Hassan bukanlah sosok yang terkenal, aktif dan populer atas kontribusinya dalam politik. Ia memilih untuk fokus membina generasi muda dalam hal kapasitas beragama. Natsir, adalah murid yang sangat populer pemikirannya dan orang yang sangat religius. Atas saran Hassan selaku pembimbing Natsir, Natsir yang fasih berbahasa Belanda berdebat dengan pendeta yang menyudutkan Nabi Muhammad melalui surat kabar yang beredar saat itu. Aksi ini mendapat dukungan penuh dari Hassan dan juga mentor Natsir lainnya, yaitu KH Agus Salim.
Natsir tidak hanya belajar banyak dari Hassan tentang ilmu agama, tetapi presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga belajar agama dari Hassan. Sementara Soekarno tidak mewarisi pemikiran Hassan, Hassan tak kenal lelah untuk terus menanamkan ilmu agama kepadanya. Hubungan Hassan dan Soekarno semakin terlihat ketika Soekarno diasingkan ke Endah, Flores oleh pemerintah Belanda. Soekarno sering berkorespondensi dengan Hassan, terutama dalam hal keagamaan.
Kumpulan surat-surat Soekarno kepada Hassan diabadikan dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1”. Hassan-lah yang dengan setia mengirimkan majalah dan buku-buku Islami kepada Soekarno untuk menemani hari-hari sepi Soekarno selama pengasingannya.
Ahmad Hassan adalah orang yang konsisten dalam pemikiran dan gagasannya. Pemahaman dan pemikirannya selalu berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ia juga tidak pernah memisahkan ide dan pemikiran negara dari konsep Islam. Bagi Hassan, Islam adalah agama syumul yang mengatur segala sesuatu, termasuk urusan negara.
Saat Soekarno merumuskan konsep nasionalisme yang memisahkan peran agama, Hassan menolak. Nasionalisme ala Hassan, ketika kita mencintai bangsa dan tanah air kita, kita mendasarkannya pada Islam. Suatu negara tidak dapat mendasarkan prinsip negaranya semata-mata pada kepentingan rakyatnya, tetapi harus ada kepentingan dan cita-cita luhur Islam di dalamnya. Ide ini diteruskan kepada murid kesayangannya, Natsir.
BACA JUGA: TEPAT Meluncurkan Aplikasi Islamic Times, Punya 5 Fitur Canggih
Pada tahun 1936, berdirilah MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia), sebuah wadah perjuangan Islam yang menghimpun berbagai organisasi Islam. Ia bergabung dengan NU, Muhammadiyah, Persis, Sarekat Islam dan hampir semua organisasi Islam lainnya kecuali Ahmadiyah.
Tiga tahun kemudian, diadakan kongres Islam di Solo yang membahas berbagai masalah agama dan politik, termasuk aliran sesat dan beberapa kasus penodaan Islam. Persis dipilih sebagai ketua komisi untuk membahas kasus aliran sesat dan kasus yang menistakan Islam saat itu. Pemilihan dan penunjukan ini tidak dapat dilakukan tanpa kontribusi Hassan, yang berhasil membuatnya dihormati dan dihormati oleh organisasi Islam lainnya.
Ahmad Hassan memiliki reputasi yang cukup menggiurkan karena berani menghadapi aliran sesat di Indonesia. Pada tahun 1933, Hassan berdebat dengan Ahmadiyah dan diliput secara nasional. Dalam artian, terkenal dan disegani pada masa itu tidak lepas dari peran besar seorang tokoh sejarah dan monumental, yaitu Ahmad Hassan. Sosok Ahmad Hassan layak disejajarkan dengan tokoh-tokoh gerakan lainnya; Cokroaminoto, Agus Salim, Wahid Hasyim dan sebagainya. []
SUMBER: ERAMADINE | ekstensi ABDAZ
Source: news.google.com