Santri di Bogor di Pesantren Persis Garut Dianiaya 16 Teman Diduga Curang HP »Gosip Garut
GOSIPGARUT.ID – Nasib buruk menimpa AH (16). Pelajar asal Bogor yang bersekolah di SMP Persis Ran Garut ini dianiaya 16 santri yang merupakan teman dari pesantrennya sendiri. AH dipukuli temannya karena dicurigai mencuri ponsel.
Orang tua AH, Neneng Muryana menjelaskan, anaknya terpaksa mengaku mencuri ponsel temannya. Jika tidak mengaku, lanjutnya, AH akan dipukuli teman-temannya. “Tapi sebenarnya anak saya masih dipukuli,” katanya, Senin (12/9/2022).
Selama penganiayaan, AH dipukul dengan tangan kosong, menggunakan sapu, ditendang dan direndam dalam air kotor. Akibat pengobatan ini, AH mengalami benjolan di kepalanya, gendang telinga kirinya pecah dan mengalami luka di sekujur tubuhnya.
“Anak saya telah menjalani berbagai pemeriksaan dan rawat jalan di RS Intan Husada. Jika dihitung, biaya yang dikeluarkan sudah mencapai Rp. 1 juta,” kata Neneng.
Keluarga itu, lanjutnya, tidak peduli anaknya dituduh mencuri ponselnya meski tidak. “Hp yang hilang juga kami ganti, mereknya HP Vivo V12. Kami cari ke counter HP beli HP baru atau bekas, tapi ternyata tidak ada,” kata Neneng.
Ayah AH, lanjutnya, kemudian menawarkan kepada para wali yang merasa kehilangan ponsel baru dengan versi yang berbeda. Ponsel yang ditawarkan untuk menggantikannya adalah Vivo V15.
“Anak itu menolak dan malah meminta uang. Karena menurut kami yang kurang adalah handphone, maka harus diganti dengan handphone,” kata Neneng.
Untungnya, kakak AH yang kuliah di Garut memiliki ponsel yang sama. “Untungnya ponsel putri saya sama. Jadi dia rela mengorbankan dirinya dan memberikan ponsel itu kepada orang suci yang melaporkan kehilangan tadi,” katanya.
Keluarga AH selama ini memiliki kekecewaan yang mendalam terhadap pengurus Pesantren. Neneng menjelaskan kekecewaan itu bermula dari sikap wali dewan dalam menyelesaikan masalah yang dialami putranya.
“Kami ingin diselesaikan secara musyawarah dengan orang tua penulis, tapi pihak pesantren tidak mau. Lalu setidaknya ada saling memaafkan antara anak saya dan mereka, ternyata tidak dilakukan,” ujarnya.
Akhirnya, dia dan suaminya dikirimi surat dari pesantren yang menyatakan bahwa anak mereka tidak mematuhi aturan dan dianggap mengundurkan diri.
“Kami heran kenapa surat ini dikirimkan kepada kami, padahal setelah dianiaya anak saya tetap sekolah karena saya yang menjemputnya. Kami mengakui bahwa anak saya tidak tinggal di asrama karena takut dianiaya. Jadi kenapa pelaku (penganiaya) dibiarkan begitu saja,” kata Neneng.
Atas dasar itu, ia mengecam peristiwa penganiayaan yang terjadi pada akhir Juli 2022 di Mapolres Garut, Minggu (9/11/2022). Laporan yang disampaikan kepada SPKT Polres Garut terdaftar dengan nomor LP/B/439/IX/2022/SPKT/RES GRT/POLDA JBR. (Snd)
Source: www.gosipgarut.id