Sekjen KontraS: Tragedi Kanjuruhan Pelanggaran HAM Berat
JawaPos.com-Hingga keadilan bisa ditegakkan, aksi yang dilakukan para penggemar akan terus dihadirkan. Tidak hanya di Kota Malang, tetapi juga di kota-kota lain.
Seperti yang dilakukan beberapa suporter di Jakarta beberapa hari lalu. Indikasi ini juga dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andy Irfan.
Ia mengatakan, aksi kemarin (11/10) hanya pembuka.
Kedepannya akan ada aksi serupa. Hal ini sebagai upaya menuntut keadilan dalam tragedi Kanjuruhan.
“Hari berkabung telah usai, kami bersama teman-teman Aremania di luar Malang dan para pendukung lainnya yang bersimpati atas peristiwa Kanjuruhan, akan memperluas gerakan ini,” ujarnya yang kemarin ikut mengiringi aksi solidaritas tersebut. .
Dari pemantauan Jawa Pos Radar Malang, Aremania mulai memadati area Stadion Gajayana pada pukul 10.30 WIB. Mereka semua mengenakan pakaian hitam bersama-sama.
Terinjak-injak pukul 11.00 WIB, sejumlah Aremania tampak membawa 135 peti jenazah sebagai simbol para korban tragedi Kanjuruhan. Mereka kemudian memasuki stadion Gajayana dan meletakkan peti mati di tengah lapangan dengan foto-foto para korban.
Ketika mereka melihat peti mati dan foto para korban, beberapa orang tidak bisa menahan tangis. Di lapangan Stadion Gajayana, massa yang hadir juga melakukan salat serta melakukan salat ghaib. Kedua arak-arakan tersebut dipimpin langsung oleh Kyai Suroso dari Pondok Pesantren Darul Musthofa, Gondanglegi.
Setelah itu mereka melakukan long march dari Stadion Gajayana menuju Bundaran Tugu atau di depan Balai Kota Malang. Garis finis lagi di Stadion Gajayana. Selama aksi di bundaran tugu, para penggemar juga menunjukkan kreativitasnya.
Mulai dari orasi, dari aksi teatrikal, hingga membawa ratusan spanduk berisi kalimat-kalimat kritis hingga penyelidikan tragedi Kanjuruhan. Meski sempat diguyur hujan di tengah aksi, mereka tetap aktif berorasi.
Sebanyak tiga permintaan dilontarkan Aremania dalam aksi kemarin. Andy Irfan setuju dengan permintaan tersebut. Karena menurutnya masih ada pelaku yang bertanggung jawab yang belum diadili.
“Ada belasan polisi yang diperiksa di sidang etik, tapi yang jadi tersangka hanya tiga (polisi),” katanya.
Ia juga menyebutkan indikasi para petinggi itu bertanggungjawab dan belum tersentuh hukum. Dia mendasarkan keyakinan ini pada lusinan gas air mata, yang tidak akan mungkin terjadi tanpa perintah yang terstruktur.
Yang tak kalah penting, menurut Andy Irfan, adalah penetapan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia. Memasukkannya menurutnya layak untuk diberikan. Pasalnya, ada tiga fase penembakan gas air mata yang dilakukan pihak berwenang. Dan itu semua dilakukan secara sistematis.
Terpisah, dalam aksi kemarin, sejumlah Aremania masih meminta penyelidikan tuntas atas tragedi Kanjuruhan tersebut. Karena 135 nyawa yang telah mati adalah sesuatu yang harus dibayar mahal dengan keadilan. “Kalau saya pribadi ingin benar-benar adil, siapa pun yang menembak dan memerintahkan harus diadili,” kata Amin Fals.
Pria yang berdomisili di Malang utara itu tidak puas jika hanya hukuman etik yang diterapkan pada tersangka oleh oknum polisi.
“Menurut saya pribadi, jika permintaan kita di daerah tidak diindahkan, lebih baik langsung ke Jakarta, ke Presiden untuk meminta keadilan,” kata pria yang tinggal di kawasan Sukorejo, Pasuruan ini.
Hal senada juga disampaikan Muhammad Anugrah Bustam. Pria asal Sidoarjo, yang juga terluka, mengikuti long march dan duduk di kursi roda. Karena kakinya belum sembuh total.
“Saya tiba di Kota Malang pada 8 November. Selanjutnya, kami mengunjungi stadion Kanjuruhan. Ya mudah-mudahan ini cepat selesai,” ujarnya.
Saat kejadian, Anugrah mengaku sedang berada di tribun ke-12 dan menyaksikan pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya bersama teman-temannya dari Aremania yang baru ditemuinya saat itu. Karena sejak awal dia baru memulai dari Sidoarjo.
Meski tidak berdomisili di Malang, Anugrah mengaku sangat mencintai klub berjuluk Singo Edan itu. Ia sudah sering melihat Arema FC bertanding di berbagai daerah.
“Saya lupa kemarin berapa kali (saya nonton pertandingan Arema). Waktunya tandang juga (hadir). Namun banyak”, tambah pria yang mengidolakan Evan Dimas dan Gian Zola ini. Dia tidak mengharapkan pertandingan 1 Oktober dan kemudian menyebabkan tragedi besar.
Ia juga menjadi korban setelah kakinya terjepit di anak tangga pintu keluar 12 selama hampir 35 menit. Dia tidak sadar. “Di sana saya jatuh, lalu saya tidak menyadarinya. Jadi saya tidak tahu siapa yang menyelamatkannya, tapi saat terbangun dia sudah berada di RS Kanjuruhan,” jelasnya.
Udin, Aremania-nya Muharto, juga ingin semua pihak yang bertanggung jawab diadili. “Kami tidak puas. Siapapun pelaksana wasiat (gas air mata, red.) di lapangan juga harus diadili,” ujarnya.
Dia setuju bahwa tindakan serupa untuk mencari keadilan harus dilanjutkan. “Kalau belum dapat (berita) dari pusat (pemerintah). Kami akan mengundang semua pendukung ke Indonesia. Teman-teman punya rencana untuk beraksi di setiap kota,” katanya.
Beberapa carabinieri juga ikut campur selama aksi tersebut. Mereka yang tergabung dalam Satlantas Polresta Kota Malang masih mengenakan seragam dinas. Menurut pantauan surat kabar tersebut, sejumlah polisi berpakaian preman terlibat memimpin aksi solidaritas tersebut.
“Kami sudah mengirimkan beberapa anggota untuk mendampingi teman-teman kami yang melakukan aksi damai,” kata Kabag Operasi Polres Malang Kota Kompol Supiyan.
Source: www.jawapos.com