Seorang warga negara Indonesia berbicara tentang ide peningkatan keamanan di pertandingan sepak bola pasca tragedi penyerbuan
Baka dalam bahasa Indonesia
Pertama kali Yanwar Doi Pramastiu merantau ke luar kampung halamannya juga akan menjadi yang terakhir.
Bocah 13 tahun yang akrab disapa Tyo itu naik bus charter Probolinggo menuju Stadion Kanjuruhan, Kota Malang bersama suporter Arima FC lainnya untuk menonton pertandingan sepak bola pada Sabtu malam.
Tyo terus memperbarui keluarganya dengan foto-foto dari perjalanannya, tetapi dalam semalam SMS berhenti.
Keesokan paginya, bibinya Virta Ode menerima telepon dari ayah Teo yang memberitahukan bahwa dia tidak dapat menghubungi putranya.
Bu Odie panik dan menelepon teman-temannya yang juga ada di pertandingan itu.
“Tapi telepon mereka mati,” katanya kepada ABC.
“Lalu aku melihat beritanya dan itu benar-benar berantakan.”
Yanwar Doi Paramastiu (kiri bawah ke-3) melakukan perjalanan ke pertandingan bersama sekelompok penggemar Arima FC.(kondisi)
Bencana injak-injak meletus dalam pertandingan antara tuan rumah Arima FC dari kota Malang Jawa Timur dan sesama tim Persibaya Surabaya.
Nyonya Oddie akhirnya pergi ke rumah sakit setempat di mana dia menemukan foto Teo di antara mereka yang dinyatakan meninggal.
Tyo bukan satu-satunya anak korban.
Sebuah departemen pemerintah Indonesia mengatakan awal pekan ini bahwa 33 dari 131 korban berusia antara 3 dan 17 tahun.
Sementara pejabat mengatakan sebagian besar meninggal karena mati lemas dan cedera kepala, Ms Oddie mengatakan dokter tidak tahu apa yang menyebabkan kematian cucunya.
Sehari setelah tragedi itu, Teo dimakamkan di kampung halamannya, dikelilingi oleh keluarganya, yang menurut Ude “masih shock”.
Itu terukir di lokasi tragedi, Stadion Kanjuruhan, dengan pesan “Adikku terbunuh, periksa baik-baik” dan “Sampai jumpa lagi saudara”. (AP: Ahmad Ibrahim)
Para ahli menyarankan peningkatan keamanan
Seiring Indonesia bersiap menjadi tuan rumah FIFA U-20 World Cup pada tahun 2023, pemerintah Indonesia dan industri sepak bola sedang mencari cara untuk mencegah tragedi seperti ini terjadi lagi.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan pemeriksaan menyeluruh stadion di seluruh negeri untuk memastikan protokol keselamatan dan keamanan terpenuhi, dan untuk sementara menangguhkan pertandingan di liga sepak bola Indonesia sampai perbaikan dilakukan pada langkah-langkah keamanan.
Federasi Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah melarang seumur hidup dua eksekutif Arima Football Club dan mendenda mereka 250 juta rupee ($ 25.000) atas tragedi tersebut.
Nugroho Setiawan mengatakan, polisi dan industri sepak bola harus bekerja sama untuk membuat pertandingan sepak bola lebih aman. (dengan persyaratan)
Sementara itu, pakar seperti Nugroho Setiawan, seorang petugas keamanan AFC, berpendapat bahwa perintah Presiden Jokowi harus dimaknai sebagai sinyal dari pemerintah bahwa sudah waktunya untuk “memulai reformasi”.
“Sepak bola adalah olahraga yang populer, tetapi harus diperhatikan sebagai barang nasional dan harus dijamin keamanannya agar bisa juga menjadi hiburan bagi keluarga,” ujarnya.
Setiawan adalah satu-satunya orang Indonesia yang memegang lisensi petugas keamanan yang dikeluarkan oleh badan olahraga internasional FIFA.
Sebelum mengundurkan diri sebagai kepala pengamanan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 2020, salah satu cita-citanya adalah “menjadikan sepak bola hiburan keluarga tanpa rasa takut”.
Penyerbuan, katanya, adalah sesuatu yang dapat “dihitung, diprediksi, dan kemudian dikurangi”.
Pakar mempertanyakan penggunaan gas air mata saat penyerbuan (AP: Yodha Prabowo)
Dia mengatakan tiga hal diperlukan untuk acara yang aman: keamanan yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan, memastikan infrastruktur stadion memenuhi standar keselamatan, dan mengembangkan strategi untuk mengantisipasi perilaku penggemar.
“Ketiga aspek ini perlu disinkronkan dengan baik sehingga pada akhirnya kita mendapatkan security plan yang disepakati bersama setelah melakukan risk assessment,” ujarnya.
Setiawan mengatakan terkadang, ketika penilaian risiko dilakukan sebelum pertandingan sepak bola, rekomendasi tentang cara mengelola risiko bisa menjadi “tidak populer”.
Misalnya menggelar pertandingan di sore hari atau membatasi jumlah penonton.
Stadion Kanguruhan usai pertandingan sepak bola di Malang, Jawa Timur (Supply: AP Photo/Hendra Permana)
Akmal Merhali, Koordinator Badan Pemantau Sepak Bola Swasta Save Our Soccer (SOS), meminta Liga Sepak Bola Indonesia meninjau kembali jadwal pertandingan sepak bola yang ditunda dan memajukan pertandingan demi meningkatkan kenyamanan dan keamanan penonton.
Setiawan mengatakan, ide-ide tersebut perlu diperhatikan untuk memastikan game aman dan dapat dinikmati oleh semua orang, termasuk anak-anak dan keluarga.
“Mungkin pendapatannya tidak seperti yang diharapkan, tapi keselamatan juga tercapai dan yang terpenting tidak boleh ada korban jiwa.”
Setiawan mengatakan, kurangnya kesepahaman antara polisi dan industri sepak bola merupakan masalah lama bagi sepak bola Indonesia.
“Pendekatan polisi mungkin peradilan pidana, sementara di industri sepak bola itu adalah pencegahan kerugian,” katanya.
Perbedaan ini harus didiskusikan [and] Kita perlu membuat kesepakatan.”
Pada 2017, sekelompok suporter klub sepak bola Indonesia Persija bernama Jakmania melarang merokok di tribun penonton (Antara).
Dalam tragedi Kanguruhan, publik Indonesia mempertanyakan penggunaan gas air mata oleh polisi, karena menurut peraturan keselamatan dan keamanan stadion FIFA, tidak diperbolehkan membawa atau menggunakan senjata api atau “gas untuk pengendalian massa”.
Setiawan mengatakan para ahli psikologi kelompok atau lembaga terkait lainnya harus membantu mengembangkan strategi untuk menangani perilaku penggemar.
“Lebih penting lagi, harus ada program seperti FIFA Fan Engagement… Penyelenggara dan operator harus kreatif dan selalu menghadirkan kegiatan positif dan aman yang dapat menjadi intrusi budaya baru bagi para penggemar,” katanya.
Orang tua Indonesia enggan membawa anaknya ke pasangan
Mohamed Fouad mengatakan pendidikan penggemar harus dimulai dari rumah.
Sementara para ahli dan pemerintah berharap bisa belajar dari tragedi tersebut, para orang tua Indonesia kini enggan mengajak anaknya menonton pertandingan sepak bola.
Mohamed Fouad, wakil manajer sepak bola setempat, mengatakan pertandingan sepak bola harus menjadi “hiburan yang terjangkau” bagi semua orang.
Fouad, yang memiliki anak laki-laki berusia dua tahun, mengatakan bahwa permainan adalah cara yang baik bagi keluarga untuk menghabiskan waktu berkualitas bersama.
Tentu, seperti ayah dan pemandu sorak [of soccer]Saya ingin memperkenalkan dunia sepak bola kepada anak saya dengan mengajaknya menonton.”
Namun dia mengatakan jika Indonesia tidak belajar dari tragedi ini, kejadian serupa akan terjadi di masa depan.
Fouad mengatakan harus ada penegakan hukum ‘penjajah stadion’ yang lebih keras, tetapi belajar untuk berperilaku baik bisa dimulai di rumah.
Menurutnya, masyarakat harus belajar menerima apapun hasil pertandingan.
Maulana (kanan) mengatakan bahwa membawa serta anak-anaknya mempengaruhi perilakunya saat menonton pertandingan sepak bola. (dengan persyaratan)
Ayah lainnya, Maulana, yang hanya menggunakan satu nama, menggemakan perasaan Pak Fuad.
Ia mengatakan, anak laki-lakinya yang berusia dua dan enam tahun, telah menjadi penonton setia pertandingan sepak bola di Jakarta.
“Mereka bersenang-senang dan… sedang menunggu pertandingan berikutnya [after] Saya khawatir melihat penggerebekan di Kanjuruhan yang banyak membunuh anak-anak.”
“Ini harus aman untuk semua orang. Saya tidak tahu harus berbuat apa sekarang.”
Maulana adalah anggota Jakarta, klub suporter klub sepak bola Persija Jakarta.
Memiliki anak-anaknya di taman bermain benar-benar membantunya berakting, katanya, karena dia tidak ingin memberikan contoh yang buruk.
Bagi anak-anak Mevlana, menonton pertandingan sepak bola lebih dari sekedar hiburan dan mereka sangat menantikannya. (dengan persyaratan)
Dan ketika seseorang melempar botol ke ladang, dia memberi tahu mereka bahwa perilaku itu tidak dapat diterima.
Maulana juga mengatakan, kehadiran anak-anaknya pada pertandingan tersebut membuat keramaian di sekitar mereka menjadi lebih tenang.
“Mungkin orang-orang di sekitar kita malu dengan sumpah itu karena di dekat kita ada anak-anak,” ujarnya.
Dia setuju untuk mengadakan pertandingan lebih awal hari itu.
“Saya sarankan mereka bermain pada sore atau malam hari agar anak-anak tidak terlambat,” katanya.
“Menurut saya juga lebih aman karena masih terang, jadi lebih terlihat jika terjadi kesalahan.”
Maulana juga mengatakan suporter harus bisa menerima ketika timnya menang atau kalah.
“Jika kalah hari ini, masih ada satu pertandingan lagi, dan tidak perlu menghancurkan apapun atau bertarung,” katanya.
“Saya juga membaginya dengan anak-anak saya; tidak apa-apa jika aku kalah kali ini.
Pelaporan tambahan oleh Erwin Rinaldi.
Source: news.google.com